MAKALAH BIOLOGI
LINGKUNGAN
PENGELOLAAN SUMBER DAYA
PANTAI DAN LAUT
Oleh:
Kelompok 5
Ketua : Rizki Juliyantri (1532220129)
Anggota : 1. Piki Oktarian (1532220092)
2. Tia Meilia Harum Sari (1532220107)
3. Putri Novia Sari (1532220128)
Dosen Pembimbing:
Elvira Destiansari,
M.Pd
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI (UIN) RADEN FATAH PALEMBANG
2018
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Warrahmatullahi Wabarrakatuh.
Puji syukur kami
panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan laporan ini dengan tepat waktu. Sholawat beserta salam tak
henti-hentinya kita hanturkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Makalah ini membahas
tentang Biologi Lingkungan mengenai sumber daya laut, pengelolaan sumber daya
di ekosistem mangrove, pengelolaan sumber daya di ekosistem padang lamun,
pengelolaan sumber daya di ekosistem terumbu karang, dan keterkaitan antara
ekosistem mangrove, ekosistem padang lamun, dan ekosistem terumbu karang.
Kami ucapkan terima
kasih kepada Ibu Elvira Destiansari, M.Pd selaku Dosen Pembimbing dalam mata
kuliah Biologi Lingkungan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan apabila ada kesalahan baik dalam penulisan
maupun tata bahasa yang digunakan, maka dari itu kami meminta kritik dan saran
yang membangun agar dalam pembuatan laporan yang selanjutnya dapat lebih baik
lagi.
Wa’alaikumussalam Warrahmatullahi
Wabarrakatuh.
Palembang,
09 Maret 2018
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
KATA PENGANTAR ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................ 1
Rumusan Masalah ........................................................................... 3
Tujuan .............................................................................................. 3
Manfaat ............................................................................................ 3
BAB
II PEMBAHASAN
Pengertian Sumber Daya Laut ....................................................... 5
Pengelolaan Sumber Daya Ekosistem Mangrove ......................... 6
Pengelolaan Sumber Daya Ekosistem Padang Lamun ................ 9
Pengelolaan Sumber Daya Ekosistem Terumbu Karang
............ 14
Keterkaitan Ekosistem Mangrove, Padang Lamun,
Terumbu
Karang .............................................................................................. 20
BAB
III PENUTUP
Kesimpulan ...................................................................................... 24
Saran ................................................................................................. 24
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Lautan
sebagai sistem fisika dan kimia menjadi semakin dikenal dengan baik, dan
pengetahuan mengenai kehidupan di laut. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di
dunia, terdiri atas 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 81.791 km,
memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi seperti hutan mangrove,
terumbu karang, padang lamun, ikan, mamalia, reptilia, krustasea dan berbagai
jenis moluska. Sumber daya alam laut tersebut merupakan salah satu modal dasar yang
dapat dimanfaatkan untuk pembangunan nasional. Laut itu
sambung-menyambung tidak terpisah-pisah seperti habitat daratan atau air tawar.
Semua lautan saling berhubungan. Temperatur, salinitas, dan kedalaman adalah
hambatan utama untuk gerakan bebas organisme laut. Kosentrasi zat hara yang
terlarut adalah rendah dan merupakan suatu faktor keterbatasan dalam menentukan
ukuran populasi lautan (Odum, 1998).
Pengelolaan
ekosistem perairan harus diarahkan pada upaya memaksimalkan peran organisme
pada berbagai tingkatan trofik dalam mengalirkan energi dan mensiklus nutrien.
Hal ini penting dilakukan karena aliran energi hanya berjalan satu arah (tidak
dapat berbalik) yang mengalir dari satu tingkat trofik yang lebih rendah ke
tingkat trofik yang lebih tinggi, dan akan mengalami penurunan kuantitas tetapi
secara kualitas meningkat. Sedangkan aliran nutrien dapat tersiklus ulang dalam
ekosistem sehingga dapat digunakan secara berulang. Dengan demikian,
pemanfaatan sumber daya perairan secara berkelanjutan tidak akan terjadi bila
aliran energi, siklus nutrien dan peran organisme di dalamnya terganggu
(Latuconsina, 2016).
Daerah
pesisir merupakan wilayah batas pertemuan antara dua ekosistem besar, yaitu
ekosistem darat dan laut. Kedua ekosistem ini memiliki karakteristik yang jauh
berbeda sehingga daerah pertemuan ekosistem ini menjadi sangat spesifik dan
ekstrim. Fluktuasi suhu, salinitas, dan pasang surut merupakan faktor lingkungan
utama yang berpengaruh terhadap ekosistem di wilayah tersebut. Daerah
perbatasan seperti daerah pesisir dan estuaria menjadi tempat pertemuan bagi
banyak spesies organisme yang berasal dari darat dan laut. Adanya pertemuan
antara dua ekosistem ini memberikan peluang bagi berbagai jenis organisme untuk
menyeberang dari komunitas yang satu ke komunitas yang lain. Akibatnya,
masing-masing jenis organisme yang berasal dari yang berbeda tersebut memiliki
sebaran yang saling tumpang tindih dan bahkan memiliki spesies tersendiri yang
tidak ditemukan di wilayah darat dan laut. Kadang-kadang spesies tertentu
memiliki kelimpahan yang lebih besar di daerah peralihan dibandingkan dengan kedua
daerah ekosistem yang mengapitnya (Odum, 1998).
Perhatian terhadap biota laut semakin meningkat dengan munculnya
kesadaran dan minat setiap lapisan masyarakat akan pentingnya lautan. Laut
sebagai penyedia sumber daya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan,
tambang mineral, dan energi, media komunikasi maupun kawasan rekreasi atau
pariwisata. Karena itu wilayah pesisir dan lautan merupakan tumpuan harapan
manusia dalam pemenuhan kebutuhan di masa datang. Salah satu sumber daya laut
yang cukup potensial untuk dapat dimanfaatkan adalah lamun, dimana secara
ekologis lamun mempunyai beberapa fungsi penting di daerah pesisir. Lamun
merupakan produktifitas primer di perairan dangkal di seluruh dunia dan
merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme. Salah satu sumber daya
laut yang cukup potensial untuk dapat dimanfaatkan adalah lamun, dimana secara
ekologis lamun mempunyai bebrapa fungsi penting di daerah pesisir. Lamun
merupakan produktifitas primer di perairan dangkal di seluruh dunia dan
merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme (Gufron, 2011).
Ekosistem
mangrove, padang lamun, dan terumbu karang memiliki peran yang saling mendukung
bagi keutuhan ekosistem masing-masing. Mangrove memiliki peranan sebagai
mendukung bagi keutuhan ekosistem masing-masing. Mangrove memiliki peranan
sebagai penjebak hara dan sedimen, pelindung daratan dari abrasi, dan intrusi air
laut dan menjadi tempat berlindung bagi banyak organisme laut. Komunitas lamun
memiliki peranan, yaitu mengurangi energi gelombang, menstabilkan substrat
sehingga mengurangi kekeruhan, menjebak zat hara, serta menjadi tempat bertelur
dan mencari makanan. Terumbu karang sendiri mempunyai peranan, yaitu mengurangi
energi gelombang, juga memperkokoh daerah pesisir secara keseluruhan dan
menjadi habitat bagi banyak jenis organisme laut (Odum, 1998).
Dengan
demikian, dalam makalah ini akan membahas mengenai pengelolaan sumber daya
ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu karang serta hubungan
keterkaitannya. Hubungan dalam ketiga ekosistem ini sangat penting, sebab
apabila salah satu sistem mengalami gangguan, maka sistem yang lain akan
berpengaruh juga.
B. Rumusan
Masalah
Rumusan
masalah yang akan dibahas dalam makalah sebagai
berikut:
1. Apa
definisi dari sumber
daya laut?
2. Bagaimana pengelolaan
sumber daya di ekosistem mangrove?
3. Bagaimana pengelolaan
sumber daya di ekosistem padang lamun?
4. Bagaimana pengelolaan sumber
daya di ekosistem terumbu karang?
5. Bagaimana hubungan
keterkaitan ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu karang?
C. Tujuan
Tujuan
dari penulisan makalah sebagai berikut:
1. Mengetahui
definisi dari sumber
daya laut.
2. Mengetahui pengelolaan
sumber daya di ekosistem mangrove.
3. Mengetahui pengelolaan
sumber daya di ekosistem padang lamun.
4. Mengetahui pengelolaan
sumber daya di ekosistem terumbu karang.
5. Mengetahui hubungan
keterkaitan ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu karang.
D. Manfaat
Manfaat
dari penulisan makalah sebagai berikut:
1. Memperoleh informasi mengenai definisi dari sumber daya laut.
2. Memperoleh informasi mengenai pengelolaan sumber daya di ekosistem mangrove.
3. Memperoleh informasi mengenai
pengelolaan sumber daya
di ekosistem padang lamun.
4. Memperoleh informasi mengenai pengelolaan sumber daya di ekosistem terumbu karang.
5. Memperoleh informasi mengenai hubungan keterkaitan ekosistem mangrove, padang lamun, dan
terumbu karang.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Sumber Daya Laut
Sumber daya laut merupakan sumber daya yang meliputi, ruang
lingkup yang luas yang mencankup kehidupan laut (flora dan fauna, mulai dari
organisme mikroskopis hingga paus pembunuh dan habitat laut) mulai dari
perairan dalam sampai ke daerah pasang surut dipantai dataran tinggi dan daerah
muara yang luas. Berbagai orang memanfaatkan dan berinteraksi dengan lingkungan
laut mulai dari pelaut, nelayan komersial, pemanen kerang, ilmuwan dan
lain-lain. Dan digunakan untuk berbagai kegiatan baik rekreasi, penelitian, industri
dan kegiatan lain yang bersifat komersial (Sodiq, 2004).
Menurut
Latuconsina (2016), bahwa laut juga
termasuk yang banyak sekali memiliki berbagai sumber yang bisa digunakan atau
dimanfaatkan bagi manusia yang diantaranya seperti sebagai sumber mineral dan
sumber daya nabati sebagai
berikut:
a.
Sebagai Sumber Mineral
Ini berupa garam untuk dapat digunakan untuk keperluan seperti bahan
masakan, karbonat diambil dari sebangsa lumut, fosfat berasal dari tulang-tulang ikan dan kotoran burung
yang makanannya ikan bisa dimanfaatkan untuk pupuk, sumber minyak dilepas
pantai bisa ditemukan dilaut Jawa, Sumatera, Malaka. Laut Sulawesi dan Laut
Cina Selatan.
b.
Sebagai Sumber Daya Nabati
Rumput laut yang dibudidayakan di wilayah lautan
dangkal bisa digunakan untuk bahan pembuatan agar-agar, dan tumbuhan laut untuk
makanan ikan, yaitu plankton, phytoplankton dan benthos. Kehidupan di dalam
laut ternyata tidak banyak berbeda dengan keadaan didarat, dilaut juga terdapat
makhluk hidup yang terdiri atas tumbuhan laut dan hewan laut.
B. Pengelolaan Sumber Daya di Ekosistem Mangrove
Hutan
mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut,
terutama di pantai yang terlindung dan muara sungai yang tergenang pada saat
pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya
bertoleransi terhadap garam. Hutan Mangrove adalah Komunitas tumbuhan yang
tumbuh di daerah pasang surut. Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa
Portugis ”Mangue” dan bahasa Inggris
”grove”. Dalam Bahasa Inggris kata mangrove
digunakan baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang
surut maupun untuk individu-individu jenis tumbuhan yang menyusun komunitas
tersebut. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen dan
hutan payau. Mangrove di Indonesia mempunyai keragamanan jenis yang tinggi.
Tercatat sebanyak 89 jenis tumbuhan yang terdiri dari 35 jenis berupa pohon, 9
jenis perdu, 9 jenis liana, 5 jenis terna, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasit.
Berupa pohon dianataranya adalah bakau (Rhizophora),
Api-api (Avicennia), pedada (Sonneratia),
tanjang (Bruguiera), nyirih (Xylocarpus), tengar (Ceriops), buta-buta (Exocoercaria). Mangrove beradaptasi
secara struktural dan fisiologis terhadap lingkungan hidupnya. Mangrove hidup
di daerah yang memiliki perubahan salinitas yang cukup tajam, berdasar lumpur
dan dipengaruhi ombak yang relatif kecil. Oleh karena itu, mangrove beradaptasi
terhadap adanya tekanan salinitas, tanah berlumpur yang tergenang air dan
sedimen yang tidak mengandung oksigen (Soegianto,
2010).
Ekosistem
mangrove juga merupakan
suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan
timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk
hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air
laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh
dalam perairan asin/payau. Dalam suatu paparan mangrove di suatu daerah tidak
harus terdapat semua jenis spesies. Formasi hutan mangrove dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti kekeringan, energi gelombang, kondisi pasang surut,
sedimentasi, mineralogi, efek neotektonik. Komposisi spesies dan karakteristik
hutan mangrove tergantung pada faktor-faktor cuaca, bentuk lahan pesisir, jarak
antar pasang surut air laut, ketersediaan air tawar, dan tipe tanah (Utomo,
2017).
Gambar 1. Ekosistem
Mangrove
Sumber: (Doc.
Bengen, 2002)
Mangrove sangat memerlukan pengelolaan dan perlindungan agar dapat
tetap lestari. Kedua kosep tersebut adalah protection and rehabilitation of
mangrove forest. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam rangka perlindungan
terhadap keberadaan hutan mangrove adalah dengan menunjuk suatu kawasan hutan
mangrove untuk dijadikan kawasan konservasi (conservation area), dan
sebagai bentuk sabuk hijau (green belt) di sepanjang pantai dan tepi
sungai. Selama ini sudah banyak program-program dijalankan pemerintah sebagai
upaya merehabilitasi kawasan hutan mangrove yang merupakan salah satu sumber daya
alam (SDA) yang memiliki nilai ekologis dan juga ekonomis tinggi, namun
sebagian besar usaha ini tidak berkelanjutan/berkesinambungan dan pada akhirnya
berujung pada suatu kegagalan. Untuk itu pola pengelolaan yang selama ini
digunakan pemerintah yang cenderung bersifat dari atas ke bawah harus segera di
modifikasi atau dirubah yaitu dengan mencoba melibatkan partisipasi masyarakat.
Dengan kata lain memberi kesempatan kepada masyarakat sekitar kawasan untuk
turut berpartisipasi dalam upaya pengelolaan dan pengawasan ini. Perlu
diketahui juga bahwa di wilayah ekosistem mangrove selain terdapat kawasan
hutan mangrove juga terdapat areal/lahan yang bukan kawasan hutan mangrove dan
biasanya dikelola oleh masyarakat setempat yang dipergunakan untuk budidaya
perikanan, pertanian, dan sebagainya. Untuk itu pola pengelolaan dan pengawasan
ekosistem mangrove yang bersifat partisipatif merupakan salah satu solusi yang
tepat (Utomo, 2017).
a.
Bentuk Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Menurut Soegianto (2017) pengelolaan ekosistem (hutan) mangrove
hendanya mencakup tiga bentuk kegiatan pokok, yaitu:
1. Pengusahaan hutan mangrove yang kegiatannya dapat dikendalikan
dengan penerapan sistem silvikultur dan pengaturan kontrak (pemberian
konsensi).
2. Perlindungan dan pelestarian hutan mangrove yang dilakukan dengan
cara menunjuk, menetapkan dan mengukuhkan hutan mangrove menjadi hutan lindung,
hutan konservasi (Suaka Alam, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Hutan Wisata,
dll) dan kawasan lindung lainnya (Jalur hijau, sempadan pantai/sungai, dll)
3. Rehabilitasi kawasan mangrove yang rusak sesuai dengan tujuan
pengelolaannya dengan pendekatan pelaksanaan dan penggunaan iptek yang tepat
guna.
b.
Manfaat
Pengelolaan Sumber daya Ekosistem Mangrove
Menurut
Utomo (2017), manfaat yang di timbulkan dengan adanya rehabilitasi atau
pengelolaan sumber daya ekosistem hutan mangrove yaitu sebagai berikut:
1. Mengurangi
abrasi pantai, pemanfaatan
sumber daya
ekosistem mangrove menjadikan daerah pantai terlindung dari abrasi atau ketika
daratan terlalu sering mengalami gesekan dengan air laut. Hutan mangrove
menjaga sebagai temeng dari suatu daratan dari air laut, sehingga terjadinya
abrasi dapat diperkecil.
2. Menahan
tiupan angin laut, pengelolaan
sumberdaya ekosistem mangrove berfungsi melindungi bibir pantai dari cuaca buruk.
Hutan mangrove dapat melindungi kawasan pesisir dari terjangan badai dan angin
topan. Karena akar dan dahan mangrove dapat menahan gelombang air dan mampu
menyerap air dalam jumlah besar dan sebagai pencegahan banjir.
3. Menambah
tangkapan biota, bertambahnya
hasil tangkapan biota karena adanya pengelolaan sumber daya ekosistem mangrove.
Karena mangrove berfungsi berkembang biaknya biota.
4. Meningkatkan
produksi tambak garam/ikan, tanaman
mangrove dapat menyerap dan menangkal ombak laut sehingga garam tetap stabil
dan tidak terbawa arus. Sehingga produksi petani garam meningkat. Selain itu
hutan mangrove berfungsi sebagai tempat untuk berkembangbiak pembibitan hewan,
terutama ikan. Kondisi air yang baik merupakan salah satu alasan mengapa
kawasan hutan mangrove sangat baik untuk dijadikan penghasil bibit ikan.
C. Pengelolaan Sumber Daya di Ekosistem
Padang Lamun
Lamun
merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga memiliki rhizoma, daun, dan akar
sejati yang hidup teremdam di dalam laut, umumnya membentuk padang yang luas di
dasar laut, hidup diperairan dangkal dengan sirkulasi air yang baik, dengan
tipe substrat mulai berlumpur sampai bebatuan. Padang lamun berkembang di atas
dasar yang lunak pada zona fotik (tembus cahaya matahari). Masa berbunga
pembentukan buah, dan perkecambahan biji sangat cepat dipengaruhi oleh
faktor-faktor abiotik, misalnya panjang hari, suhu, hujan, maupun pemaparan
terdahap matahari dan udara akibat pemaparan saat surut sehingga
kerapatan-kerapan lamun bergantung pada suhu air, sedangkan produktivitasnya
bergantung pada panjang hari (Latuconsina, 2016).
Gambar 2. Morfologi Struktur Lamun
Sumber: (Doc. Bengen, 2002)
Padang lamun
sebagai salah satu ekosistem di wilayah pesisir secara ekologis mempunyai
fungsi sebagai daerah asuhan bagi organisme muda dan memegang peranan penting
dalam menjaga kelestarian dan keanekaragaman organisme laut. Lamun dapat ditemukan di seluruh dunia kecuali di daerah kutub. Peranan padang lamun secara fisik di perairan laut dangkal adalah membantu
mengurangi tenaga gelombang dan arus, menyaring sedimen yang terlarut dalam air
dan menstabilkan dasar sedimen. Peranannya di perairan laut dangkal adalah
kemampuan berproduksi primer yang tinggi yang secara langsung berhubungan erat
dengan tingkat kelimpahan produktivitas perikanannya. Keterkaitan perikanan dengan padang lamun sangat sedikit diinformasikan,
sehingga perikanan di padang lamun Indonesia hampir tidak pernah diketahui.
Keterkaitan antara padang lamun dan perikanan udang lepas pantai sudah dikenal
luas di perairan tropika Australia (Prakoso, 2015).
Gambar 3. Beberapa
Biota Yang
Mengkolonisasi Padang
Lamun
Sumber: (Doc. Bengen, 2002)
Di
wilayah perairan Indonesia terdapat sedikitnya 7 marga dan 13 jenis lamun,
antara lain jenis Enhalus acaroides dari suku Hydrocharitaceae.
Penyebaran ekosistem padang lamun di Indonesia mencakup perairan Jawa,
Sumatera, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara dan Irian Jaya. Di
dunia, secara geografis lamun ini tampaknya memang terpusat di dua wilayah
yaitu di Indo Pasifik Barat dan Karibia. Ekosistem lamun memiliki produktivitas
primer dan sekunder dengan dukungan yang besar terhadap kelimpahan dan
keragaman ikan. Ekosistem lamun juga merupakan sumber daya pesisir yang
memiliki peran sangat besar dalam penyediaan jasa lingkungan. Peran tersebut
dapat dilihat dari sisi ekologi maupun dari sisi sosial yang dapat meningkatkan
ketahanan pangan dan mata pencarian masyarakat pesisir. Faktanya kerberadaan
dari ekosistem lamun memiliki peran dan fungsi yanga sama dengan ekosistem
terumbu karang dan mangrove (Arkham, 2015).
a.
Karakteristik
dari Vegetasi dan Habitat Ekosistem Lamun
Menurut
Latuconsina (2016), adapun karakteristik
dari vegetasi dan habitat Lamun ialah sebagai berikut:
1.
Daun lamun terdapat
sejumlah besar rongga udara yang memungkinkan akumulasi dan pendistribusian
gas, juga berfungsi sebagai Buoyancy untuk selalu tegak dalam air dan
tetap fleksibel terhadap gerakan arus. Biota yang hidup di pada daun lamun
antara lain ialah Flora Epififik dan mikri (protozoa, nematoda, polychaeta).
2.
Bagian akar terdapat
banyak lacunae untuk memungkinkan pengaliran oksigen hasil fotosintesis
dari daun ke akar yang penting untuk respirasi akar yang selalu terbenam.
3.
Memiliki sistem
perakaran yang disertai rhizoma yang saling menyilang pada dasar perairan,
menyeababkan vegetasi lamun sangat kuat mencapai pada dasar peraran laut.
b.
Fungsi Ekosistem Padang Lamun
Menurut
Sodiq (2014),
tingginya produktivitas ekosistem padang lamun secara langsung
memberikan penanan ekologi yang sangat penting, ialah sabagai berikut:
1. Sebagai
produsen primer, lamun memfiksasi sejumlah karbon organik memasukirantai
makanan melalui pemangsaan oleh herbivor maupun proses dekomposisi sebagai
serasah.
2. Sebagai
habitat biota, lamun memberikan perlindungan dan tempat menempelnya hewan yang
hidup di daun, menempel pada batang/rhizoma, hidup di bawah tajuk, dan di dalam
sedimen: sebagai tempat pemijahan, pembesaran dan mencari makanan.
3. Sebagai
pengikat sendimen, vegetasi lamun yang tumbuh lebat dapat memperlambat
pergerakan air yang disebabkan arus ombak sehingga bertindak sebagai pencegah
erosi dan pengikat sendimen.
4. Sebagai
alur migrasi ikan antar habitat terdekat seperti mangrove dan terumbu karang,
dimana ekosistem padang lamun dijadikan sebagai alur migrasi antar habitat.
c. Pemanfaatan Sumber daya Padang Lamun
Sebagai sebuah ekosistem yang memiliki kekayaan
sumber
daya yang sangat
melimpah, lamun telah banyak memberi banyak manfaat bagi manusia baik secara tradisional maupun
secara modern. Secara tradisional lamun telah dimanfaatkan untuk kompos dan
pupuk, cerutu dan mainan anak-anak, dianyam menjadi keranjang, tumpukan untuk pematang, mengisi kasur, ada yang dimakan, dan dibuat jaring ikan (Gufron,
2011).
Pada zaman modern ini, lamun telah
dimanfaatkan untuk penyaring limbah, stabilizator pantai, bahan untuk pabrik kertas, makanan (Buah atau biji dari Enhalus acoroides dan Thalassodendron cilliatum adalah sumber pati yang dapat digunakan
sebagai bahan dasar untuk membuat kue atau roti), obat-obatan, sumber bahan kimia, tempat kegiatan budidaya laut berbagai
jenis (seperti
ikan, kerang-kerangan
dan tiram),
tempat rekreasi atau
pariwisata
(Padang lamun
dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi atau pariwisata bahari, terutama ekowisata), dan daun dari jenis
lamun Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii dan
Thalassodendron cilliatum menjadi bahan dasar pembuatan makanan
ternak (Gufron, 2011).
d. Akitivas Antropogenik Penyebab Degrasadi Padang
Lamun
Menurut
Latuconsina (2016),
kurangnya pengetahuan masyarakat akan tingginya produktivitas primer dan
sekunder pada ekosistem padang lamun menjadi salah satu penyebab makin
terdegradasinya padang lamun akibat akivitas antropogenik antara lain ialah
seperti berikut:
1. Pembangunan
kawasan pesisir dengan melakukan reklamasi pantai telah menutup areal tempat
tumbuh vegetasi lamun.
2. Konversi
habitat lamun sebagai area budi daya laut.
3. Pengerukan
dasar laut untuk pembagunan fasilitas pantai.
4. Habitat
lamun dijadikan sebagai alur transportasi laut.
5. Run-off
pada perairan
pantai saat hujan yang menyebabkan kekeruhan dan sedimentasi yang tinggi.
6. Penggunaan
alat tangkap merusak seperti Trawl yang diseret pada dasar perairan berpotensi
merusak vegetasi lamun.
e.
Strategi
Pengelolaan Sumber daya Padang Lamun
Pelestarian ekosistem padang lamun
merupakan suatu usaha yang sangat kompleks untuk dilaksanakan, karena kegitan
tersebut sangat membutuhkan sifat akomodatif terhadap segenap pihak baik yang
berada sekitar kawasan maupun di luar kawasan. Pada dasarnya kegiatan ini
dilakukan demi memenuhi kebutuhan dari berbagai kepentingan. Namun demikian,
sifat akomodatif ini akan lebih dirasakan manfaatnya bilamana keberpihakan
kepada masyarakat yang sangat rentan terhadap sumberdaya alam diberikan
porsi yang lebih besar. Dengan demikian, yang perlu diperhatikan adalah menjadikan
masyarakat sebagai komponen utama penggerak pelestarian areal padang
lamun. Oleh karena itu, persepsi masyarakat terhadap keberadaan ekosistem
pesisir perlu untuk diarahkan kepada cara pandang masyarakat akan pentingnya
sumberdaya alam persisir (Latuconsina, 2011).
Salah satu strategi penting yang
saat ini sedang banyak dibicarakan orang dalam konteks pengelolaan sumber daya alam, termasuk ekosistem padang
lamun adalah pengelolaan berbasis masyarakat. Pengeloaan berbasis masyarakat
mengandung arti keterlibatan langsung masyarakat dalam mengelola sumber daya alam di suatu kawasan. Dalam
konteks ini pula perlu diperhatikan mengenai karakteristik lokal dari
masyarakat di suatu kawasan. Sering dikatakan bahwa salah satu faktor penyebab
kerusakan sumber daya alam pesisir adalah dekstrusi masyarakat untuk memenuhi
kebutuhannya. Oleh karena itu, dalam strategi ini perlu dicari alternatif mata
pencaharian yang tujuannya adalah untuk mengurangi tekanan terhadap
sumber daya
pesisir termasuk lamun di kawasan tersebut (Gufron, 2011).
D.
Pengelolaan Sumber Daya di Ekosistem Terumbu Karang
Terumbu karang adalah endapan masif kalsium karbonat
(CaCO3) yang dihasilkan organisme karang pembentuk terumbu (karang
hermatipik). Sebagai pembangun utama terumbu adalah organisme laut yang
efisien karena mampu
tumbuh subur dalam
lingkungan sedikit. Sebagian
besar terumbu
karang melakukan simbiosis dengan alga simbiotik, yaitu yang hidup di dalam
jaringannya. Tinggi
produktivitas primer di perairan terumbu karang memungkinkan perairan sering
merupakan tempat pemijahan, pemeliharaan, dan mencari makan dari kebanyakan ikan. Oleh karena
itu, secara otomatis ikan di daerah terumbu karang sangat tinggi. Tingginya produktivitas organik atau produktivitas primer pada
terumbu karang disebabkan oleh kemampuan terumbu karang untuk menahan nutrien
dalam sistem dan berperan sebagai kolam untuk menampung segala masukan dari
luar. Setiap nutrien yang dihasilkan oleh karang sebagai hasil metabolisme
dapat digunakan langsung oleh tumbuhan tanpa mengedarkannya terlebih dahulu ke
dalam perairan (Latuconsina,
2016).
Gambar 4. Ekosistem Terumbu Karang
Sumber: (Doc. Noe, 2012)
Tiga daerah besar penyebaran
terumbu karang di dunia yaitu Laut Karibia, Laut Hindia dan Indo-Pasifik. Di
Asia Tenggara terdapat 30% dari seluruh terumbu
karang di dunia. Selanjutnya, memperkirakan Indonesia
memiliki luas terumbu karang kira-kira 5100 km² atau 51% dari luas terumbu
karang yang ada di Asia Tenggara atau setara dengan 18% dari luas terumbu
karang dunia. Meskipun beberapa karang dapat dijumpai dari lautan subtropis, tetapi spesies yang membentuk
karang hanya terdapat di daerah tropis. Kehidupan karang di lautan dibatasi
oleh kedalaman yang biasanya kurang dari 25 m dan area yang mempunyai suhu
rata-rata minimum dalam setahun sebesar 10°C. Pertumbuhan maksimum terumbu
karang terjadi pada kedalaman kurang dari 10 m dan suhu sekitar 25°C sampai 29°C.
Kondisi ini menyebabkan terumbu karang banyak dijumpai di Indonesia (Giyanto, 2017).
Manfaat yang terkandung di
dalam ekosistem terumbu karang sangat besar dan beragam, baik manfaat langsung
dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung antara lain, sebagai habitat ikan
dan biota lainnya, pariwisata bahari, dan lain-lain. Manfaat tidak langsung,
antara lain sebagai penahan abrasi pantai dan pemecah gelombang. Terumbu karang
adalah salah satu ekosistem laut yang paling penting sebagai sumber makanan,
habitat berbagai jenis biota komersial, menyokong industri pariwisata,
menyediakan pasir untuk pantai, dan sebagai penghalang terjangan ombak dan
erosi pantai (Sukarno, 2013).
a.
Tipe-tipe
Terumbu Karang
Menurut Sukarno (2013), mengelompokkan terumbu karang menjadi tiga
tipe umum, yaitu:
1.
Terumbu karang
tepi ini berkembang di sepanjang pantai dan mencapai kedalaman tidak lebih dari
40 m. Terumbu karang ini tumbuh ke atas atau ke arah laut. Pertumbuhan terbaik
biasanya terdapat di bagian yang cukup arus. Di antara pantai dan tepi luar
terumbu karang batu cenderung mempunyai pertumbuhaan yang kurang baik bahkan
banyak mati karena sering mengalami kekeringan dan banyak endapan yang datang
dari darat.
Gambar 5. Ekosistem Terumbu Karang Tepi
Sumber: (Doc. Noe, 2012)
2.
Terumbu karang
tipe penghalang terletak di berbagai jarak kejauhan dari pantai dan dipisahkan
dari pantai tersebut oleh dasar laut yang terlalu dalam untuk pertumbuhan
karang batu (40-70 m). Umumnya memanjang menyusuri pantai dan biasanya
berputar-putar seakan–akan merupakan penghalang bagi pendatang yang datang dari
luar. Contohnya adalah The Greaat Barier reef yang berderet
disebelah timur laut Australia dengan panjang 1.350 mil.
Gambar 6. Ekosistem Terumbu Karang Penghalang
Sumber: (Doc. Noe, 2012)
3.
Terumbu karang
cincin yang melingkari suatu laggon. Kedalaman laggon di dalam terumbu karang sekitar 45 m jarang sampai 100 m seperti terumbu
karang penghalang. Contohnya adalah di Pulau Taka Bone Rate di Sulawesi
Selatan. Dikenal beberapa macam bentuk umum pertumbuhan karang, diantaranya
bundar (globose), bercabang (branching), lempeng digitata (digitate plate), piringan senyawa (compound plate), becabang rapuh/tipis (fragile
branching), merayap (encrusting), lempeng (plate),
dan lembaran (foliate).
Bentuk-bentuk ini dipengaruhi oleh beberapa faktor alam terutama oleh level
cahaya dan tekanan gelombang.
Gambar 7. Ekosistem Terumbu Karang Cincin
Sumber: (Doc. Noe, 2012)
b.
Faktor
Lingkungan Yang Mempengaruhi Bentuk Pertumbuhan Karang
Menurut
Giyanto (2017), ada empat
faktor lingkungan yang mempengaruhi bentuk pertumbuhan karang, yaitu:
1.
Cahaya. Ada kecenderungan
bahwa semakin banyak cahaya,
maka rasio luas permukaan dengan volume karang akan semakin menurun.
2.
Tekanan
hidrodinamis. Tekanan hidrodinamis, seperti gelombang atau arus akan memberikan
pengaruh terhadap bentuk pertumbuhan karang. Ada kecenderungan bahwa semakin
besar tekanan hidrodinamis, bentuk
karang lebih mengarah ke bentuk merayap. Sebagai contoh, peristiwa ini
dapat dilihat dari perbandingan bentuk karang masif, Porites lutea, yang
tumbuh di Pantura Jawa, seperti Jepara dengan yang berasal dari Teluk Penyu,
Cilacap. Karang yang tumbuh di Cilacap cenderung berbentuk merayap.
3.
Sedimen. Seperti
diutarakan sebelumnya bahwa sedimen dapat mempengaruhi pertumbuhan karang.
Namun disamping itu, sedimen juga diketahui menentukan pertumbuhan karang. Ada
kecenderungan bahwa karang yang tumbuh atau teradaptasi di perairan yang
sedimennya tinggi, berbentuk lembaran, dan bercabang. Sedangkan di perairan
jernih dengan sedimentasi yang rendah lebih banyak dihuni oleh karang yang
berbentuk piring.
4.
Subareal
eksposure. Subareal yang dimaksud adalah daerah-daerah yang pada saat-saat
tertentu, ketika saat surut yang rendah sekali menyebabkan banyak karang yang
mencuat ke permukaan air. Kondisi seperti ini biasanya cukup lama sehingga
dapat menyebabkan beberapa karang tidak dapat bertahan. Berkaitan dengan hal
ini ada kecenderungan bahwa semakin tinggi level eksposure, semakin banyak jenis karang yang berbentuk bundar dan
merayap.
c.
Manfaat
Terumbu Karang Bagi Kehidupan
Menurut Giyanto (2017),
menyatakan bahwa terumbu karang
bagi kehidupan manusia sangatlah berarti. Banyak potensi-potensi yang
dihasilkan oleh terumbu karang bagi kehidupan laut maupun manusia. Berikut
merupakan fungsi-fungsi dari terumbu karang, yaitu:
1.
Pelindung
ekosistem pantai
Dari segi fisik terumbu karang berfungsi sebagai
pelindung pantai dari erosi dan abrasi, struktur karang yang keras dapat
menahan gelombang dan arus sehingga mengurangi abrasi pantai dan mencegah
rusaknya ekosistim pantai lain seperti padang lamun dan magrove.
2.
Rumah
bagi banyak jenis mahluk hidup di laut
Terumbu karang bagaikan oase di padang pasir untuk
lautan. Karenanya banyak hewan dan tanaman yang berkumpul di sini untuk mencari
makan, memijah, membesarkan anaknya, dan berlindung. Bagi manusia, ini artinya
terumbu karang mempunyai potensial perikanan yang sangat
besar, baik untuk sumber makanan maupun mata pencaharian mereka.
3.
Sumber
obat-obatan
Pada terumbu karang banyak terdapat bahan-bahan
kimia yang diperkirakan bisa menjadi obat bagi manusia. Saat ini banyak
penelitian mengenai bahan-bahan kimia tersebut untuk dipergunakan untuk
mengobati berbagai manusia.
4.
Objek
wisata
Terumbu karang yang bagus akan menarik minat
wisatawan sehingga meyediakan alternatif pendapatan bagi masyarakat sekitar.
5.
Daerah
Penelitian
Penelitian akan menghasilkan informasi penting dan
akurat sebagai dasar pengelolaan yang lebih baik. Selain itu, masih banyak
jenis ikan dan organisme laut serta zat-zat yang terdapat di kawasan terumbu
karang yang belum pernah diketahui manusia sehingga perlu penelitian yang lebih
intensif untuk mengetahui keadaan laut tersebut.
6.
Mempunyai
nilai spiritual
Bagi banyak masyarakat, laut adalah daerah spiritual
yang sangat penting. Laut yang terjaga
karena terumbu karang yang baik tentunya mendukung kekayaan spiritual ini.
7.
Sumber
mata pencarian
Banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada
terumbu karang. Tentu saja menjadikan terumbu karang
sebagai sumber mata pencarian harus diikuti
dengan rasa tanggung jawab sehingga tidak terjadi eksploitasi yang terlalu
berlebihan. Selain itu, terumbu karang juga
dapat menjadi objek wisata yang tentunya dapat menambah pundi-pundi rupiah dari
wisatawan.
d.
Pengelolaan
Ekosistem Terumbu
Karang
Pengelolaan ekosistem terumbu karang pada hakikatnya adalah suatu proses pengontrolan tindakan
manusia agar pemanfaatan sumber daya
alam dapat dilakukan secara bijaksana dengan menggunakan
kaidah kelestarian lingkungan. Apabila dilihat dari
permasalahan pemanfaatan sumber daya
ekosistem terumbu karang yang menyangkut berbagai sektor, maka pengelolaan
sumber
daya terumbu karang
tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri, namun harus dilakukan secara terpadu
oleh beberapa instansi terkait (Giyanto, 2017).
Dasar pemikiran pengelolaan terumbu karang
seharusnya, yaitu terumbu karang merupakan sumber
pertumbuhan ekonomi yang harus dikelola dengan bijaksana, terpadu dan
berkelanjutan dengan memelihara daya dukung dan kualitas lingkungan melalui
pemberdayaan masyarakat dan pengguna untuk
memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat dan pengguna secara
berkelanjutan
(Giyanto, 2017).
e.
Penyebab Kerusakan
Terumbu Karang
Menurut Latuconsina (2016), menyatakan bahwa terdapat
beberapa penyebab kerusakan terumbu karang, yaitu:
1.
Pembangunan di
wilayah pesisir yang tidak dikelola dengan baik.
2.
Aktivitas di
laut antara lain dari kapal dan pelabuhan termasuk akibat langsung dari
pelemparan jangkar kapal.
3.
Penebangan hutan
dan perubahan tata guna lahan yang menyebabkan peningkatan sedimentasi.
4.
Penangkapan ikan
secara berlebihan memberikan dampak terhadap keseimbangan yang harmonis di
dalam ekosistem terumbu karang.
5.
Penangkapan ikan
dengan menggunakan racun dan bom.
6.
Perubahan iklim
global.
E.
Keterkaitan Ekosistem Mangrove, Padang Lamun, dan
Terumbu Karang
Hubungan keterkaitan ekosistem antara mangrove, lamun dan terumbu karang
sudah diduga sejak lama oleh para ahli ekologi. Keterkaitan ekosistem antara
mangrove, lamun dan terumbu karang menciptakan suatu variasi habitat yang
mempertinggi keanekaragaman jenis organisme. Hal ini membuktikan adanya
pengaruh tepi seperti variasi habitat menciptakan daerah tepi yang saling tumpang
tindih. Hal ini menimbulkan suatu daerah pertemuan antar spesies sehingga
meningkatkan keanekaragaman jenis organisme di daerah tersebut. Secara
ekologis, terumbu karang mempunyai keterkaitan dengan daratan dan lautan serta
ekosistem lain, seperti hutan mangrove dan lamun. Hal ini disebabkan karena
terumbu karang berada dekat dengan ekosistem tersebut serta daratan dan lautan.
Berbagai dampak kegiatan pembangunan yang dilakukan di lahan atas atau di
sekitar padang lamun atau hutan mangrove akan menimbulkan dampak pula pada
ekosistem terumbu karang. Demikian pula dengan kegiatan yang dilakukan di laut
lepas, seperti: kegiatan pengeboran minyak lepas pantai, pembuangan limbah dan
perhubungan laut (Latuconsina, 2016).
Ekosistem mangrove, terumbu karang, dan lamun
mempunyai keterkaitan ekologis (hubungan fungsional), baik dalam nutrisi
terlarut, sifat fisik air, partikel organik, maupun migrasi satwa, dan dampak
kegitan manusia. Oleh karena itu apabila salah satu ekosistem tersebut
terganggu, maka ekosistem yang lain juga ikut terganggu. Yang jelas interaksi
yang harmonis antara ketiga ekosistem ini harus dipertahankan agar tercipta
sebentuk sinergi keseimbangan lingkungan (Latuconsina, 2016).
1.
Sifat
fisik air
Hutan mangrove sejati biasanya tumbuh di daerah yang
terlindung dari pengaruh ombak dan arus yang kuat. Terumbu karang dan lamun
disini berfungsi sebagai penahan ombak dan arus yang kuat untuk memperlambat
pergerakannya. Ini merupakan salah satu interaksi fisik dari terumbu karang dan
lamun terhadap mangrove sehingga mangrove terlindungi dari ombak dan arus yang
kuat.
Hutan mangrove kaya
akan sedimen yang mengendap di dasar perairan. Apabila sedimen ini masuk ke
ekosistem lamun maupun terumbu karang dengan jumlah yang sangat banyak dan
terus menerus oleh pengaruh hujan lebat, penebangan hutan mangrove maupun
pasang surut dapat mengeruhkan perairan, maka ini akan mempengaruhi
fotosintesis dari lamun dan zooxanthela yang hidup pada karang. Sedimen yang
membuat perairan keruh akan berdampak pada berkurangnya penetrasi cahaya
matahari (kecerahan). Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan
berkurang. Dan ini akan mempengaruhi persebaran dan kelimpahan lamun serta
terumbu karang secara vertikal dan horizontal (Sukarno, 2013).
2.
Partikel
Organik
Partikel organik yang berasal dari serasah lamun dan
mangrove dapat mempengaruhi pertumbuhan dari terumbu karang. Tingginya partikel
organik yang tersuspensi diperairan dapat menurunkan fotosintesis dari lamun
dan zooxanthela di perairan. Partikel organik ini akan mengurangi intensitas
cahaya matahari yang dibutuhkan lamun dan zooxanthella untuk proses
fotosintesis. Selain itu partikel organik yang terbawa dari ekosistem mangrove
ke ekosistem lamun dan terumbu karang merupakan makanan bagi biota-biota
perairan seperti filter feeder dan detritus feeder. Khusunya ekosistem
mangrove, arus dan gelombang disekitarnya cukup kuat sehingga berfungsi
mencernihkan perairan. Sedangkan ekosistem lamun yang berdekatan dengan
ekosistem mangrove yang kaya sedimen, mempunyai rhizoma yang saling menyilang
untuk menahan substrat dasar. Penebangan
hutan, pembukaan jalan, pembukaan lahan pertanian dapat meningkatkan partikel
organik diperiaran. Partikel yang tersuspensi terutama dalam bentuk partikel
halus maupun kasar, akan menimbulkan dampak negatif terhadap biota perairan
pesisir dan lautan. Misalnya partikel tersebut menutupi sistem pernafasan yang
mengakibatkan biota tersebut susah bernafas (Latuconsina, 2016).
3.
Nutrien
Terlarut
Nutrien diperiaran penting bagi produsen primer
untuk proses fotosintesis. Nutrien di perairan dapat berasal dari batuan-batuan
maupun serasah tumbuhan dan organisme-organisme yang mati, dan kemudian
didekomposisi oleh bakteri menjadi zat anorganik yang diserap oleh produsen
primer. Mangrove kaya akan nutrien yang biasanya terbawa ke ekosistem lamun dan
terumbu karang melalui aliran sungai maupun efek pasang surut. Nutrien ini
diserap langsung oleh lamun melalui perakarannya, dan zooxanthella memperoleh
nutrien tersebut juga. Batuan-batuan karang
yang pecah juga merupakan nutrien yang dibutuhkan bagi organisme yang ada
disekitar mangrove yang bisanya membentuk cangkang. Nutrien ini juga bisanya
dibawa oleh arus dan ombak untuk diserap oleh lamun (Latuconsina, 2016).
4.
Migrasi
Fauna
Migrasi fauna dapat disebabkan oleh meningkatnya
predator pada suatu ekosistem, berkurangnya makanan, reproduksi, meningkatnya
persaingan dalam memperbutkan makanan, tempat persembunyian yang aman, dll.
Ketika ekosistem mangrove dalam keadaan rusak atau terganggu oleh aktivitas
manusia maupun oleh pengaruh alam, maka biota-biota/fauna yang hidupnya
disekitar mangrove akan beralih tempat ke ekositem lamun maupun terumbu karang
untuk memperoleh perlindungan. Apabila dalam ekosistem lamun, terjadi
persaingan yang ketat dalam memperbutkan makanan, maka fauna-fauna disekitarnya
akan bermigrasi ke darerah mangrove untuk memperoleh makanan yang banyak.
Ketika terjadi kekeruhan di ekosistem lamun oleh pengaruh sedimentasi, maka
fauna-fauna yang hidup disekitarnya khususnya ikan akan menghindari daerah tersebut
dan menempati ekosistem terumbu karang yang tidak kecerahan lebih baik (Sukarno, 2013).
5.
Aktivitas Manusia
Penebangan hutan mangrove untuk pemukiman, pebukaan
lahan pertanian dan pertambakan dapat mengakibatkan erosi sehingga mengeruhkan
perairan. Pengaruhnya ini akan berdampak pada ekosistem lamun dan terumbu
karang yang ada disekitarnya. Proses fotosintesis akan yang berjalan akan
terhambat. Selain pemanfaatan mangrove yang merusak lingkungan, pemanfaatan
lamun dengan cara yang sama akan menyebabkan sedimentasi, mengingat bahwa lamun
mempunyai rhizoma yang saling mentilang yang berfungsi untuk mengikat sedimen
di dasar. Pengambilan terumbu karang sebagai bahan bangunan akan mengancam
ekosistem mangrove. Mengingat bahwa secara ekologis terumbu karang berfungsi
untuk menahan gelombang dan arus yang kuat, sehingga tanpa keberadaannya akan
mengamcam ekosistem mangrove yang biasanya terlindung dari ombak dan arus yang
kuat. Ikan di daerah terumbu karang yang memakan suatu spesies ikan di sekitar
daerah lamun lama kelamaan akan habis apabila terus menerus dieksploitasi
secara besar-besaran oleh manusia. Ikan di daerah terumbu karang berkurang
jumlahnya sedangkan ikan di daerah lamun meningkat jumlahnya (Sukarno, 2013).
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ekosistem mangrove merupakan tipe
ekosistem hutan yang tumbuh di suatu daerah pasang surut (pantai, laguna, muara
sungai) yang tergenang pasang dan bebas pada saat air laut surut, komunitas
tumbuhannya mempunyai toleransi terhadap garam air laut. Lamun adalah tumbuhan
berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup terbenam dalam
laut. Terumbu karang adalah suatu ekosistem di laut tropis yang mempunyai
produktivitas tinggi dan menjadi ekosistem yang khas di daerah tropis dan
sering digunakan untuk menentukan batas lingkungan perairan laut tropis dengan
laut sub tropis maupun kutub. Secara ekologis, terumbu karang mempunyai
keterkaitan dengan daratan dan lautan serta ekosistem lain, seperti hutan
mangrove dan lamun. Keterkaitan ekosistem antara mangrove, lamun dan terumbu
karang menciptakan suatu variasi habitat yang mempertinggi keanekaragaman jenis
organisme.
B. Saran
Berdasarkan
pembahasan dapat diketahui bahwa dampak dari aktivitas
manusia dan alam akan mempengaruhi ketiga ekosistem ini. Ketiga ekosistem ini
saling terkait satu sama lain dan biasanya ketiga ekosistem ini bersama-sama
terdapat di sekitar pesisir. Oleh sebab itu, ketiga ekosistem ini perlu
dilestarikan dan dijaga secara sinergis sehingga
terhindar dari kerusakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Arkham, Luky
Adrianto dan Yusli. 2015. “Studi Keterkaitan Ekosistem Lamun dan Perikanan Skala kecil (Studi Kasus: Desa
Malang Rapat dan Berakit Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau)”. Institut
Pertanian Bogor. Diakses pada Kamis, 8 Maret 2018 pukul
13.15 WIB.
Giyanto. 2017. Status
Terumbu Karang Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian Oseonografi-LIPI.
Gufron, dan Kordi.
2011. Ekosistem Padang Lamun. Jakarta: Rineka Cipta.
Latuconsina,
Husain. 2016. Ekologi Perairan Tropis: Prinsip Dasar Pengelolaan Sumber Daya
Hayati Perairan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Odum,
Eugene P. 1998. Dasar-dasar Ekologi, Edisi Ketiga. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Prakoso
Kukuh, Supriharyono, Ruswahyuni. 2015. “Kelimpahan
Epifauna Di Substrat Dasar Dan Daun Lamun Dengan Kerapatan Yang Berbeda Dipulau
Pahawang Provinsi Lampung”. Journal Of Makuares, (4) 3 : hal. 117-122. Diakses Pada Hari Kamis, 08
Febuari 2018, Pukul 11.00 WIB.
Sodiq,
Mochammad. 2014. Ilmu Kealaman Dasar. Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group.
Soegianto, Agoes. 2010. Ekologi
Perairan Tawar. Surabaya: Airlangga University Press.
Sukarno.
2013. Mengenal Ekosistem Terumbu Karang
Dalam Diktat Pelatihan Metodologi Penelitian Terumbu Karang. Jakarta:
Puslitbang Oseanologi Nasional-LIPI.
Utomo,
dan Sri. 2017. “Pengelolaan Hutan Mangrove di Desa
Tanggul Tlare Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara”. Jurnal Ilmu Lingkungan, (15)
: hal. 117-123. Diakses
pada Kamis, 8 Maret 2018 pukul 17.53 WIB.
Komentar
Posting Komentar